BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Membangun
Nasional kebangsaan tidak bisa dilepas pisahkan dari konteks wawasssan
kebangsaanyang merupakan pandangan seorang warga ngara tentang negaranya. Dan
pembentukan wawasan kebangsaan tidak dapat dipisahkan dari pembentukan karakter
kebangsaan dan pembentukan karakter
kebangsaan tidak dapat dipisahkan dari upaya-upaya pembentukan karakter pribadi
berdasarkan budaya yang telah mengakar pada suatu masyarakat
Upaya-upaya
pembentukan Nasionalisme kebangsaan telah dilaksanakan sebelum Proklamasin
kemerdekaan yakni 28 Oktober 1928 yang merupakan Konvensi Nasional tentang
pernyataan eksistensi bangsa Indonesia yaitu satu nusa, satu bangsa, dan
menjunjung tinggi bahasa persatuan Indonesia dalam rangka memperjuangkan
kemerdekaan Negara Republik Indonesia.
Proklamasi
kemerdekaan bangsa membuktikan bahwa nasionalisme Indonesia bukan hanya eksis,
tetapi hidup- aktif dalam pengembangan dirinya dan sudah mrupakan factor
penentu perkembangan sejarah berdirinya Negara Republik Indonesia Subtansi
nasionalismeIndonesia mempunyai dua unsure sekaligus berbagai cirri khas.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang di atas maka dapat ditentukan rumusan masalah dalam
makalah ini seperti
Bagaimana
cara pandang local dalam konteks wawasan kebangsaan dan nasionalisme Indonesia?
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah
sebagai panduan atau sebagai sebagian kecil sumber pengetahuan tentang cara
pandang local dalam konteks wawasan kebangsaan dan nasionalisme Indonesia. Dan
nantinya bisa menambah pengetahuan dan juga bermanfaat bagi kita.
1.4 Metode
Penulisan
Kami
mempergunakan metode kepustakaan.Cara-cara yang digunakan pada pembuatan
makalah ini adalah :Studi Pustaka
Dalam
metode ini kami membaca buku-buku dan brouwsing internet yang berkaitan denga
penulisan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Masyarakat Indonesia adalah
masyarakat pluralities
Masyarakat Indonesia adalah
masyarakat yang majemuk (pluralitas).
Kemajemukan masyarakat Indonesia itu ditandai oleh beberapa faktor yang antara
lain oleh perbedaan suku, agama, ras/etnis dan antara golongan serta budaya lokal
yang beraneka ragam. Sebagai konsekuensi masyarakat yang pluralitas,
masyarakat Indonesia secara kultural memiliki kebudayaan yang bersifat
mejemuk(kebhinekaan).
Kemajemukan masyarakat Indonesia itu ditandai oleh beberapa faktor yang antara
lain oleh perbedaan suku, agama, ras/etnis dan antara golongan serta budaya lokal
yang beraneka ragam. Sebagai konsekuensi masyarakat yang pluralitas,
masyarakat Indonesia secara kultural memiliki kebudayaan yang bersifat
mejemuk(kebhinekaan).
Dalam hubungan dengan masyarakat
majemuk, Berghe (dalam Nasikum,
1993) mengidentifikasikan karakteristiknya yang meliputi:
1993) mengidentifikasikan karakteristiknya yang meliputi:
Terjadi
segmentasi kedalam bentuk kelompok-kelompok yang memiliki
subkebudayaan yang berbeda satu sama lain.
subkebudayaan yang berbeda satu sama lain.
1.
Memiliki struktur sosial yang
terbagi dalam lembaga-lembaga yang
bersifat non-komplementer.
bersifat non-komplementer.
2.
Kurangnya mengembangkan konsensus di
antara para anggota terhadap
nilai-nilai yang bersifat mendasar.
nilai-nilai yang bersifat mendasar.
3.
Secara relatife sering mengalami
konflik di antara kelompok dengan
kelompok lain.
kelompok lain.
4.
Secara relative integrasi sosial
tumbuh di atas paksaan (coercion) dan
saling ketergantungan.
saling ketergantungan.
5.
Adanya dominasi politik oleh suatu
kelompok atas kelompok-kelompok
lain.
lain.
Emersen (dalam Egnas Kleden, 1987),
menegaskan bahwa kebudayaan
politik adalah orientasi budaya kelompok elite politik yang sangat menentukan
orientasi politik mereka sendiri, sedangkan politik kebudayaan menunjukan
kepada kenyataan dimana perbedaan-perbedaan kebudayaan diperpolitikkan dan
perbedaan politik di ungkapkan dalam idiom-indiom kebduayaan.
Clifford Geertz (dalam Ali, 1997), mengatakan bahwa budaya merupahkan
way of life, suatu petunjuk bagi tindakan dan tingkah laku manusia, yaitu ekspresi
nilai-nilai atasnya.
politik adalah orientasi budaya kelompok elite politik yang sangat menentukan
orientasi politik mereka sendiri, sedangkan politik kebudayaan menunjukan
kepada kenyataan dimana perbedaan-perbedaan kebudayaan diperpolitikkan dan
perbedaan politik di ungkapkan dalam idiom-indiom kebduayaan.
Clifford Geertz (dalam Ali, 1997), mengatakan bahwa budaya merupahkan
way of life, suatu petunjuk bagi tindakan dan tingkah laku manusia, yaitu ekspresi
nilai-nilai atasnya.
2.2
Wawasan Lokal dan Wawasan Nasional
Wawasan nasional merupakan cara
pandang suatu bangsa yang di
dalamnya menampakkan bagaimana suatu bangsa itu melakukan dialogis dengan
kondisi geografis dan sosial budayanya.Bangsa Indonesia telah memiliki
wawasan nasional yaitu ‘wawasan nusantara’ yang tidak saja berlatar filosofis dan
normatif,akan tetapi juga sekaligus sebagai analisis kajian empirik terhadap segala
sesuatu yang menjadi realitas bangsa Indonesia.
dalamnya menampakkan bagaimana suatu bangsa itu melakukan dialogis dengan
kondisi geografis dan sosial budayanya.Bangsa Indonesia telah memiliki
wawasan nasional yaitu ‘wawasan nusantara’ yang tidak saja berlatar filosofis dan
normatif,akan tetapi juga sekaligus sebagai analisis kajian empirik terhadap segala
sesuatu yang menjadi realitas bangsa Indonesia.
Sedangkan wawasan lokal merupakan
cara pandang setiap daerah untuk
mengetahui dan mamperbaiki berbagai kekurangan yang di milikinya. Dalam
tataran lokal (daerah) bangsa Indonesia memiliki apa yang disebut dengan
‘wawasan lokal’yang terdiri atas berbagai suku bangsa yang memeluk agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan YME yang berbeda-beda, berbicara dalam bahasa
daerah yang berbeda-beda, memiliki adat-kebiasaan (budaya daerah) yang
berbeda-beda pula. Berkaitan dengan dua wawasan tersebut, hubungan wawasan
nasional (wawasan nusantara) dengan wawasan lokal hendaknya tidak di maknai
sebagai sesuatu yang kontradiktif sebab antara keduanya memiliki hubungan yang
erat dan tidak terpisahkan.
mengetahui dan mamperbaiki berbagai kekurangan yang di milikinya. Dalam
tataran lokal (daerah) bangsa Indonesia memiliki apa yang disebut dengan
‘wawasan lokal’yang terdiri atas berbagai suku bangsa yang memeluk agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan YME yang berbeda-beda, berbicara dalam bahasa
daerah yang berbeda-beda, memiliki adat-kebiasaan (budaya daerah) yang
berbeda-beda pula. Berkaitan dengan dua wawasan tersebut, hubungan wawasan
nasional (wawasan nusantara) dengan wawasan lokal hendaknya tidak di maknai
sebagai sesuatu yang kontradiktif sebab antara keduanya memiliki hubungan yang
erat dan tidak terpisahkan.
Dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara Indonesia, keberadaan
wawasan nasional pada dasarnya digunakan sebagai ‘jembatan’penghubung dan
pemersatu bagi wawasan lokal yang terdapat di setiap daerah atau geografis
nusantara. Jadi, wawasan lokal pada dasarnya boleh berbeda dengan wawasan
nasional namun harus ada jembatan yang menghubungkan kedua wawasan
tersebut. Selanjutnya, wawasan lokal tidak boleh bertentangan dengan wawasan
nasional, dalam arti tidak boleh keluar dari konteks wawasan nasional.
wawasan nasional pada dasarnya digunakan sebagai ‘jembatan’penghubung dan
pemersatu bagi wawasan lokal yang terdapat di setiap daerah atau geografis
nusantara. Jadi, wawasan lokal pada dasarnya boleh berbeda dengan wawasan
nasional namun harus ada jembatan yang menghubungkan kedua wawasan
tersebut. Selanjutnya, wawasan lokal tidak boleh bertentangan dengan wawasan
nasional, dalam arti tidak boleh keluar dari konteks wawasan nasional.
Keberbedaan wawasan lokal dengan
wawasan nasional harus diartikan sebagai
variasi dan kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang di angkat dari
keanekaragaman budaya yang ada. Dengan demikian, munculnya wawasan
nasional merupakan resultante (hasil) interaksi dari wawasan lokal yang beraneka
ragam.
variasi dan kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang di angkat dari
keanekaragaman budaya yang ada. Dengan demikian, munculnya wawasan
nasional merupakan resultante (hasil) interaksi dari wawasan lokal yang beraneka
ragam.
2.3
Pemahaman Kritis Sara dalam Pluralitas Bangsa
Sara merupahkan akronim dari suku,
agama, ras, dan antargolongan adalah
sebuah fenomena kemasyarakatan yang tumbuh dan berkembang dalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan kata lain, sara adalah gejala inherent
(menyerta dan bersamaan) dengan kondisi masyarakat indonesia yang bersifat
pluralistis. Sekarang pemahaman realitas Sara hendaknya harus dirakut kembali.
Ideologi dari prespektif terhadap sara perlu penataan ulang dari dimensi pikir
bahwa sara sebagai sumber pemecahan sosial. Oleh karena itu diperlukan
pemikiran yang serius dan penuh kehati-hatian. Sebab, realitas sara memang
rentang dengan konflik yang kadang penuh dengan kerawanan untuk saling
bertubrukan.
sebuah fenomena kemasyarakatan yang tumbuh dan berkembang dalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan kata lain, sara adalah gejala inherent
(menyerta dan bersamaan) dengan kondisi masyarakat indonesia yang bersifat
pluralistis. Sekarang pemahaman realitas Sara hendaknya harus dirakut kembali.
Ideologi dari prespektif terhadap sara perlu penataan ulang dari dimensi pikir
bahwa sara sebagai sumber pemecahan sosial. Oleh karena itu diperlukan
pemikiran yang serius dan penuh kehati-hatian. Sebab, realitas sara memang
rentang dengan konflik yang kadang penuh dengan kerawanan untuk saling
bertubrukan.
2.4
Wawasan Kebangsaan dan Integrasi Nasional
Wawasan kebangsaan indonesia adalah
sebagai cara pandang kesatuan
indonesia, dia bukan benda, akan tetapi lebih erat dengan konsep kerangka
berfikir dan mentalitas. Jika dikaitkan dengan sifat pluralitas masyarakat
Indonesia, substansi wawasan kebangsaan adalah integrasi nasional, atau
setidaknya integrasi nasional itu merupahkan unsur atau aspek terpenting dalam
wawasan kebangsaan. Dalam kaitan itu ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan untuk membangun wawasan kebangsaan Indonesia yang “Solid”
mantap dan kokoh:
indonesia, dia bukan benda, akan tetapi lebih erat dengan konsep kerangka
berfikir dan mentalitas. Jika dikaitkan dengan sifat pluralitas masyarakat
Indonesia, substansi wawasan kebangsaan adalah integrasi nasional, atau
setidaknya integrasi nasional itu merupahkan unsur atau aspek terpenting dalam
wawasan kebangsaan. Dalam kaitan itu ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan untuk membangun wawasan kebangsaan Indonesia yang “Solid”
mantap dan kokoh:
·
Kemauan dan kesadaran bangsa dalam
mengelola perbedaan-perbedaan suku,agama, ras, dan antargolongan serta
keanekaragaman budaya dan adat istiadat.
·
Kemampuan mereaksi penyebaran ideologi
asing, dominasi ekonomi, dan
globalisasi asing dalam berbagai aspeknya.
globalisasi asing dalam berbagai aspeknya.
·
Membangun sistem politik dan pemerintahan yang
sesuai dengan ideologi
nasioanal (Pancasila) dan konstitusi UUD 1945.
nasioanal (Pancasila) dan konstitusi UUD 1945.
·
Menyelengarakan proyek budaya dengan cara
melakukan pemahaman dan
sosialisasi terhadap simbol-simbol indentitas nasional.
sosialisasi terhadap simbol-simbol indentitas nasional.
2.5 Nasionalisme
dalam Perspektif Indonesia
Kajian
atas nasionalisme dan bangsa–bangsa, juga negara-bangsa, hingga
kini masih tetap menjadi perdebatan para ahli. Bagi sejumlah ahli, bangsa dan
kesadaran berbangsa diyakini merupakan representasi atau perwakilan dari
negara masa lalu yang terikat dalam upaya – upaya realisasi diri. Bangsa dalam
hal ini adalah suatu enitas primordialyang merupakan bawaaan yang melekat
dalam nature dan sejrah manusia. Secara objektif, suatu bangsa dapat
diidentifikasi lewat perbedaan – perbedaannya dengan bangsa lain dalam hal cara
pandang, keterikatan dengan tanah air, dan perjuangan-perjuangan untuk
mendapatkanotonomi politik.
kini masih tetap menjadi perdebatan para ahli. Bagi sejumlah ahli, bangsa dan
kesadaran berbangsa diyakini merupakan representasi atau perwakilan dari
negara masa lalu yang terikat dalam upaya – upaya realisasi diri. Bangsa dalam
hal ini adalah suatu enitas primordialyang merupakan bawaaan yang melekat
dalam nature dan sejrah manusia. Secara objektif, suatu bangsa dapat
diidentifikasi lewat perbedaan – perbedaannya dengan bangsa lain dalam hal cara
pandang, keterikatan dengan tanah air, dan perjuangan-perjuangan untuk
mendapatkanotonomi politik.
Nasionalisme
dan negara-bangsa secara radikal telah merombak struktur
kesetiaan politik rakyat dari kesetiaan kepada dinasti menjadi prinsip kedaulatan
rakyat. Ia juga telah merombak secara radikal struktur kesetiaan. Oleh karena itu,
nasionalisme telah mentransformasikan masyarakat dan individu dari posisi
sebagai subjek pasif dalam politik menjadi warga negara aktif yang mampu
mengatur diri sendiri.
kesetiaan politik rakyat dari kesetiaan kepada dinasti menjadi prinsip kedaulatan
rakyat. Ia juga telah merombak secara radikal struktur kesetiaan. Oleh karena itu,
nasionalisme telah mentransformasikan masyarakat dan individu dari posisi
sebagai subjek pasif dalam politik menjadi warga negara aktif yang mampu
mengatur diri sendiri.
Dengan
demikian, nasionalisme dan negara-bangsa bukan saja
memperhatikan kesejajaran antara masa rakyat dengan penguasa, tetapi sekaligus
di dalamnya melekat impian-impian (harapan dan aspirasi) masa rakyat yang
harus diwujudkan. Substansi nasionalisme dan negara-bangsa mencakup antara
lain mengenai demokrasi, keadilan sosial, kesejahteraan, dan HAM.
memperhatikan kesejajaran antara masa rakyat dengan penguasa, tetapi sekaligus
di dalamnya melekat impian-impian (harapan dan aspirasi) masa rakyat yang
harus diwujudkan. Substansi nasionalisme dan negara-bangsa mencakup antara
lain mengenai demokrasi, keadilan sosial, kesejahteraan, dan HAM.
Nasionalisme
Indonesia, sering mengalami hambatan di hadapan masa
rakyat dan pemerintahannya sendiri. Dalam kaitannya Cornelis Lay (1997) sempat
mengidentifikasi yang antara lain disebabkan oleh beberapa hal :
Pertama, berkaitan dengan pemahamannya yang mendalam sebagai suatu
ideologi. Padahal, nasionalisme bukan semata-mata berfungsi sebagai ideologi. Ia
menduduki dasar moral dan emosi seperti halnya dengan ideologi, ia tidak
memiliki prinsip-prinsip universalitas seperti sosialisme atau kapitalisme misalnya
yang memungkinkannya untuk diklaim semata-mata sebagai ideologi.
rakyat dan pemerintahannya sendiri. Dalam kaitannya Cornelis Lay (1997) sempat
mengidentifikasi yang antara lain disebabkan oleh beberapa hal :
Pertama, berkaitan dengan pemahamannya yang mendalam sebagai suatu
ideologi. Padahal, nasionalisme bukan semata-mata berfungsi sebagai ideologi. Ia
menduduki dasar moral dan emosi seperti halnya dengan ideologi, ia tidak
memiliki prinsip-prinsip universalitas seperti sosialisme atau kapitalisme misalnya
yang memungkinkannya untuk diklaim semata-mata sebagai ideologi.
Kedua,
berkaitan dengan praksis nasionalisme yang mengikuti logika
nasionalisme internal. Jenis nasionalisme itu, memberikan penekanan pada
superioritas dan keabsahan negara atas warganya dan mengabaikan substansi diri
nasionalisme sebagai suatu ‘pakta perjanjian’ antara warga negara dengan negara.
Oleh karena itu, di dalam negara yang merdeka, terletak kewajiban bagi negara
dan kita untuk memerdekakan setiap individu. Dengan demikian, bukan sematamata
kemerdekaan bangsa yang menjadi pusat perhatian nasionalisme, akan tetapi
sekaligus kemerdekaan individu yang menjadi warga dari bangsa yang
bersangkutan.
nasionalisme internal. Jenis nasionalisme itu, memberikan penekanan pada
superioritas dan keabsahan negara atas warganya dan mengabaikan substansi diri
nasionalisme sebagai suatu ‘pakta perjanjian’ antara warga negara dengan negara.
Oleh karena itu, di dalam negara yang merdeka, terletak kewajiban bagi negara
dan kita untuk memerdekakan setiap individu. Dengan demikian, bukan sematamata
kemerdekaan bangsa yang menjadi pusat perhatian nasionalisme, akan tetapi
sekaligus kemerdekaan individu yang menjadi warga dari bangsa yang
bersangkutan.
Ketiga,
bertahan dengan kenyataan bahwa nasionalisme kadang digunakan
sebagai sarana untuk mengabsahkan atau membela sesuatu yang bertentangan
dengan logika. Kita sering berhadapan dengan kenyataan bahwa atas nama
nasionalisme kita diharuskan untuk nmembenarkan langkah – langkah yang
bahkan merugikan. Tercantum hak individu (warga negara) dalam sebuah
konstitusi (UUD 1945), hal itu menuntut adanya kemauan dan kesadaran negara
(pemerintah) bahwa keberadaannya di dalam organisasi ini adalah semata-mata
untuk mengemban ‘misi suci’, yaitu menciptakan kesejahteraan umum.
sebagai sarana untuk mengabsahkan atau membela sesuatu yang bertentangan
dengan logika. Kita sering berhadapan dengan kenyataan bahwa atas nama
nasionalisme kita diharuskan untuk nmembenarkan langkah – langkah yang
bahkan merugikan. Tercantum hak individu (warga negara) dalam sebuah
konstitusi (UUD 1945), hal itu menuntut adanya kemauan dan kesadaran negara
(pemerintah) bahwa keberadaannya di dalam organisasi ini adalah semata-mata
untuk mengemban ‘misi suci’, yaitu menciptakan kesejahteraan umum.
2.6 Membina Rasa
Nasionalisme dalam Exkpresi Kenegaraan Kesatuan Republik Indonesia
Bentik
Negara Indonesia adalah “ Negara kesatuan “ Artinya di seluruh Negara
Indonesia, hanya ada satu Negara yaitu Negara Kesatuan republic Indonesia.
Dalam Negara Negara kesatuan Indonesia didirikan dari perasaan bersatu seluruh masyarakat
daerah-daerah yang berada di seluruh wilayah Negara Indonesia (Nusantara)
NKRI
memiliki struktur pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Masing-masing
pemerintah daerah diberi otonomi , yaitu hak untuk mengatur rumah tangga
sendiri. Antara daerah yang satu dengan yang lainnya, boleh saling berbeda,
namun tidak boleh bertentangan dengan cita cita nasional atau cita cita bangsa
Indonesia ( tujuan negaranya ). Tegasnya, munculnya otonomi daerah, jangan di
artikan sebagai strategi daerah untuk memisahkan diri dari wilayah Negara
kesatuan republic indonesia (NKRI)
Strategi
pembinaan persatuan bangsa Indonesia dalam konteks NKRI, dapat dilaksanakan dengan beberapa
program, antra lain sebagai berikut :
1. Mempersatukan
potensi perbedaan bangsa Indonesia
Bangsa Indonesia memang memiliki
kekayaan yang beraneka ragam, namun jika keberanekargam tidak di bina dengan
baik, bisa melahirkan konflik yang beraneka ragam. Konflik antar Suku, Ras,
Ras/etnis, dan Antar golongan SARA, yang ada di Indonesia,Bisa berdampak
merugikan dan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
2. Menghormati
bendera kebangsaan
Sang merah putih, mengajarkan kepada
bangsa Indonesia, agar keberanian yang kita kembangkan selama ini selalu
berlandaskan pada kesucian. Bendera Merah Putih, adalah bendera pusaka. Sebagai
lambang identitas persatuan dan kesatuan republic Indonesia.
3.
Menghormati dan menghayati isi dan makna lagu kebangsaan
Sungguh besar jasa W.R.Soepratman (pahlawan nasional) dalam
mempersembahkan syair dan lagu gubahannya kepada ibu pertiwi, Indonesia
tercinta. Sebuah lagu INDONESIA RAYA kemudian di kukuhkan seabgai lagu
kebangsaan Indonesia.
4.
Menghormati makna lambang Negara
Republik Indonesia
Garuda Pacasila, itulah Lambang Negara Indonesia. Pada saat
proklamasi kemerdekaan kita belum
mempunyai lambang Negara. Baru pada taun 1950 panitia tim perumus lambang
Negara berhasil merumuskan lambang Negara kita. Lambang itu berbentuk gambar
burung Garuda
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Psikologi
Olahraga mempelajari tingkah laku manusia dalam situasi olahraga. Secara garis
beras , ruang lingkup psikologi olahraga meliputi dua hal yaitu Belajar
ketangkasan gerak dan unjuk laku.Belajar
gerak menyangkut kajian tentang bagaimana mempelajari suatu gerak (didaktik :
teori belajar) dan factor psikologi yang mempengaruhi belajar. Sedang unjuk
laku merupakan upaya menunjukan atau mengpresikan hasil belajar gerak tadi
dalam suatu event keolahragaan, yang mempengaruhi oleh factor internal dan
factor eksternal.
Psikologi
adalah merupakan ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan
lingkungannya, mulai dari perilaku sederhana sampai yang kompleks. Perilaku
manusia ada yang disadari, namun ada pula yang tidak disadari, dan perilaku yang
ditampilkan seseorang dapat bersumber dari luar ataupun dari dalam dirinya
sendiri.
3.2 Saran
Di harapkan kedepannya mahawiswa
mampu mempekajarai dan memahami psikologi secara umum dan lebih khusus lagi
olahraga sebagai bahan acuhan mengambangkan keilmuan yang dimiliki
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar